Amalan tergantung pada niat
Jum’at,
20 april 2012
الحمد لله كثيرا
كما أمر وكما حمد نفسه , لا أحصي ثناء عليك , أنت كما أثنيت على نفسك , عز جارك , وجل ثناءك , ولا إله غيرك . والصلاة والسلام
على سيدنا محمد قائد الإنسانية إلى الله , وصاحب المقام المحمود , والدرجة العالية
الرفيعة .
أشهد أن لا إله إلا
الله وحده لا شريك له , وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله . بلغ الرسالة , وأدى
الأمانة , وكان رؤوفا رحيما بأمته في كل ما بين أو شرع ...
Segala puji bagi Allah
puji-pujian yang tak terhingga sebagaimana Ia perintahkan dan sebagaimana Ia
memuji diriNya sendiri, aku tidak membatasi pujian atasMu, Engkau sebagaimana
engkau puji diriMu sendiri, sungguh agung kedekatanMu, bertambah mulia
pujianMu, tidak ada ilaah selainMu. Shalawat dan salam teruntuk buat penghulu
kita Muhammad saw seorang pemimpin kemanusiaan menuju Allah, pemilik maqam yang
terpuji, dan derjat yang tertinggi.
Amma
ba’du:
وعن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن
الخطاب بن نفيل بن عبد العزى بن رياح بن عبد الله بن قرط بن رزاح بن عدي بن كعب بن
لؤي بن غالب القرشي العدوي رضي الله عنه، قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته
إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها، أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر
إليه متفق على صحته .
Asy-syaikhan (Al-imam
al-bukhari dan al-imam muslim) meriwayatkan dari jalur umar bin khattab ra, sesungguhnya
rasulullah saw berkata: sesungguhnya segala bentuk amalan itu hanyalah
tergantung pada niat, dan setiap orang terikat pada apa yang diniatkannya.
Jadi, siapa yang niat hijrahnya untuk mentaati Allah dan rasulNya (karena
mengharapkan pahala dari Allah dan mengikuti ajaran rasulNya), maka hijrahnya
itu dihitung sebagai ketaatan kepada Allah dan rasulNya. Kemudian siapa yang
niat hijrahnya karena tujuan harta dunia atau karena wanita yang hendak
dinikahinya, maka hijrahnya itu (diterima atau tidaknya) dihitung berdasarkan
motiv tujuan hijrahnya.
Para ahli ilmu telah
sepakat bahwa segala perbuatan hanya dapat sempurna dengan beberapa perkara,
yaitu; ilmu yang berkenaan dengan amalan yang akan dilakukan, dan bersegeranya
hati yang diiringi dengan kerinduan untuk melakukan amalan yang dimaksud,
inilah yang disebut dengan kehendak. Kemudian datang setelah itu niat,
yaitu tekat atau ikatan hati untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh
seseorang dari perbuatannya itu. pertama sekali adanya ilmu tentang amalan yang
akan dikerjakan sehingga perbuatan itu dinilai benar jika ditinjau dari sudut
lahiriah, kemudian pergerakan hati disebabkan kehendak yang muncul untuk
melakukan perbuatan, artinya pembatasan maksud dan tujuan dari perbuatan yang
akan dilakukan, atau kenapa (apa motiv) seseorang melakukan perbuatan itu?,
kemudian niat, yaitu azzam (tekat) yang kuat dalam pelaksanaan amalan yang
benar yang diiringi dengan tujuan dan maksud dari perbuatan itu, dan sebab yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan itu, disamping perhatian atas
keberlanjutan niat hingga amalan itu tuntas, begitu pula perhatian setelah
selesainya dari amalan itu.
Sungguh Allah telah
memerintahkan rasulNya untuk mendekati para pemilik niat yang baik dari majlis
beliau, Allah ta’ala berfirman dalam q.s al-an’am ayat 52:
wur ÏãôÜs? tûïÏ%©!$#
tbqããôt
Oßg/u
Ío4rytóø9$$Î/
ÄcÓÅ´yèø9$#ur
tbrßÌã
¼çmygô_ur
(
$tB
øn=tã ô`ÏB NÎgÎ/$|¡Ïm
`ÏiB &äóÓx«
$tBur
ô`ÏB y7Î/$|¡Ïm
OÎgøn=tæ
`ÏiB &äóÓx«
öNèdyãôÜtGsù
tbqä3tFsù
z`ÏB úüÏJÎ=»©à9$#
ÇÎËÈ
Dan janganlah kamu
mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang
mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun
terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir
mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim)[*].
[*] ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk-duduk
bersama orang mukmin yang dianggap rendah dan miskin oleh kaum Quraisy,
datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak bicara dengan Rasulullah, tetapi
mereka enggan duduk bersama mukmin itu, dan mereka mengusulkan supaya
orang-orang mukmin itu diusir saja, lalu turunlah ayat ini.
Ia menjadikan niat yang
baik sebagai sebab taufiq, Allah berfirman dalam q.s an-nisaa’ ayat 35:
÷bÎ)ur
óOçFøÿÅz s-$s)Ï©
$uKÍkÈ]÷t/
(#qèWyèö/$$sù
$VJs3ym
ô`ÏiB
¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur
ô`ÏiB
!$ygÎ=÷dr&
bÎ)
!#yÌã
$[s»n=ô¹Î)
È,Ïjùuqã
ª!$# !$yJåks]øt/ 3
¨bÎ) ©!$# tb%x.
$¸JÎ=tã #ZÎ7yz ÇÌÎÈ
Dan jika kamu
khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[*]
dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika
kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi
taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.
[*] hakam ialah juru pendamai.
Sebagaimana Ia
menjanjikan untuk para pemilik niat yang baik pahala yang berlipat ganda,
firmanNya dalam q.s ar-ruum ayat 39:
!$tBur
OçF÷s?#uä
`ÏiB $\/Íh
(#uqç/÷zÏj9
þÎû ÉAºuqøBr&
Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt
yYÏã
«!$# (
!$tBur
OçF÷s?#uä
`ÏiB ;o4qx.y crßÌè?
tmô_ur
«!$# y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$#
ÇÌÒÈ
Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian)
Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Yang dikehendaki dari
manusia ialah hendaknya segala amalannya itu baik yang wajib maupun sunnah
semuanya karena mengharapkan wajah Allah semata dan mengharapkan ridha dariNya
serta pahala dari sisiNya, bukan karena sesuatu yang lain selainNya, seperti
ingin terkenal, senang pujian, ingin dihormati oleh orang lain, dan lain
sebagainya dari tujuan-tujuan keduniaan, karena ini semua termasuk riya dan
syirik khafiy (tersembunyi) yang dapat menggugurkan amalan dan menghapus
pahalanya, serta mendapatkan murka Allah atas pelakunya.
Keberadaan niat pada
masa generasi salaf (terdahulu) merupakan sebuah ilmu dari ilmu-ilmu yang harus
dipelajari manusia disamping mereka mempelajari tata cara beramal. Al-imam
sufyan ats-tsauri berkata: adalah mereka dahulu mempelajari niat sebagaimana
mereka mempelajari tatacara beramal. Akan tetapi (sekarang), bab dari ilmu ini
menjadi hal yang disepelekan dan dilupakan. Sehingga semua amal perbuatan
mereka menjadi goncang dan tidak mempunyai ruh, niat manusia banyak yang salah
sasaran, akibatnya banyak di antara mereka diharamkan mendapatkan kebaikan, dan
mereka kembali kepada Allah dengan mendapatkan murka dan kemarahanNya.
Kaum muslimin
benar-benar telah diharamkan mendapatkan ketulusan bersama Allah dalam amal
perbuatan mereka, karena mereka bodoh terhadap niat perbuatan mereka dan mereka
tidak tahu apa yang dapat menghapus pahala amalan mereka, Allah ta’ala
berfirman dalam q.s asy-syura ayat 20:
`tB
c%x.
ßÌã
y^öym
ÍotÅzFy$#
÷ÌtR
¼çms9
Îû
¾ÏmÏOöym
(
`tBur
c%x.
ßÌã
y^öym
$u÷R9$#
¾ÏmÏ?÷sçR
$pk÷]ÏB
$tBur
¼çms9
Îû
ÍotÅzFy$#
`ÏB
A=ÅÁ¯R
ÇËÉÈ
Barang siapa yang
menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan
barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya
sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di
akhirat.
Para shahabah bertanya
kepada rasulullah saw tentang niat yang bermacam-macam sampai mereka tahu mana
niat yang benar dan mana niat yang salah. Mereka bertanya kepadanya tentang
seorang laki-laki yang berperang agar dikenang perjuangannya setelah ia gugur,
maksudnya ia adalah salah seorang pahlawan (yang patut diacungkan jempol
untuknya), dan seorang laki-laki yang lain berperang agar ia mengetahui
kedudukannya, maksudnya agar ia mengetahui nilai perjuangannya dalam
peperangan. Maka rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ
اللهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Barangsiapa yang berperang
karena mengingingkan kalimat Allah adalah kalimat yang tertinggi maka ia itu
berada di jalan Allah azza wajalla
Inilah niat jihad yang
benar. Di antaranya ada niat jihad dengan hikmah, niat menyampaikan kalimat
haq, dan (amalan) hati, semuanya itu apabila dimaksudkan untuk selain
mengharapkan wajah Allah, dan bukan meninggikan kalimat Allah, maka niatnya itu
adalah niat yang batil, dan ditolak dari pelakunya. Rasulullah saw bersabda:
أن الله تبارك وتعالى إذا كان يوم القيامة ينزل إلى العباد ليقضي بينهم
وكل أمة جاثية فأول من يدعو به رجل جمع القرآن ورجل يقتتل في سبيل الله ورجل كثير المال
فيقول الله للقارئ ألم أعلمك ما أنزلت على رسولي ؟ قال بلى يا رب قال فماذا عملت فيما
علمت ؟ قال كنت أقوم به آناء الليل وآناء النهار فيقول الله له كذبت وتقول له الملائكة
كذبت ويقول الله بل أردت أن يقال إن فلانا قارئ فقد قيل ذاك ويؤتى بصاحب المال فيقول
الله له ألم أوسع عليك حتى لم أدعك تحتاج إلى أحد ؟ قال بلى يا رب قال فماذا عملت فيما
آتيتك ؟ قال كنت أصل الرحم وأتصدق فيقول الله له كذبت وتقول له الملائكة كذبت ويقول
الله تعالى بل أردت أن يقال فلان جواد فقد قيل ذاك ويؤتى بالذي قتل في سبيل الله فيقول
الله له فيماذا قتلت ؟ فيقول أمرت بالجهاد في سبيلك فقاتلت حتى قتلت فيقول الله تعالى
له كذبت وتقول له الملائكة كذبت ويقول الله بل أردت أن يقال فلان جريء فقد قيل ذاك
ثم ضرب رسول الله صلى الله عليه و سلم على ركبتي فقال
يا أبا هريرة أولئك الثلاثة أول خلق الله تسعر بهم النار يوم القيامة .قال أبو عيسى هذا حديث حسن غريب .قال الشيخ الألباني
: صحيح
Sesungguhnya Allah
tabaraka wa ta’ala pada hari kiamat nanti turun menghadap hambaNya untuk
menyelesaikan sengketa di antara mereka, sedangkan semua umat dalam keadaan
berlutut di hadapanNya, maka manusia yang pertama sekali dipanggil adalah orang
yang hafal al-qur’an, orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang
memiliki harta yang banyak, maka Allah berkata kepada penghafal al-qur’an:
bukankan Aku telah mengajarkan kepadamu apa yang telah aku turunkan kepada
rasulKu?, ia menjawab: benar, wahai Rabb. Allah berkata: apa yang kamu perbuat
dengan apa yang kamu ketahui?. Ia berkata: aku menghidupkan malamku dan mengisi
siangku dengan membacanya. Allah berkata: kamu telah berdusta. Dan para
malaikatpun juga berkata: kamu telah berdusta. Allah berkata: bahkan kamu ingin
agar dikatakan “si fulan adalah penghafal al-qur’an” dan memang begitu
dikatakan. Kemudian didatangkan pemilik harta. Allah berkata kepadanya:
bukankah Aku telah melapangkan rezkimu hingga kamu tidak perlu bergantung pada
orang lain?. Ia berkata: benar wahai Rabb. Allah berkata: maka apa yang lakukan
pada harta yang Aku berikan kepadamu?. Ia berkata: aku pergunakan untuk
menyambung silaturrahmi dan aku sedekahkan. Allah berkata kepadanya: kamu telah
berdusta. Malaikatpun berkata: kamu telah berdusta. Allah berkata kepadanya:
bahkan kamu ingin dikatakan “si fulan seorang yang dermawan” , dan sungguh
begitulah yang dikatakan. Kemudian didatangkan orang yang berjuang di jalan
Allah. Maka Allah ta’ala berkata kepadanya: pada hal apa kamu berperang?. Ia
berkata: aku diperintahkan untuk berjihad di jalanMu hingga aku dibunuh. Maka
Allah berkata kepadanya: kamu telah berdusta. Malaikatpun berkata kepadanya:
kamu telah berdusta. Allah berkata: bahkan kamu ingin agar dikatakan “fulan
seorang pemberani”, dan begitulah yang dikatakan. Kemudian rasulullah saw
bersabda: itulah 3 golongan manusia pertama kali yang akan dipanggang dalam
neraka pada hari kiamat. (hadits riwayat at-tirmizi dan dinyatakan shahih
oleh asy-syekh al-albani)
Niat tidak saja pada
amalan-amalan yang fardhu dan sunnah, bahkan niat juga dituntut pada setiap
amalan mubah yang dilakukan oleh manusia dari waktu ke waktu, baik ketika
makan, minum, berpakaian, berkendaraan, dan lain sebagainya dari amalan-amalan
mubah. Pada amalan mubah ini banyak dari kalangan kaum muslimin salah dalam
membiasakannya, dan terkadang dari kesalahan ini mereka terjerumus ke dalam
dosa dan mendapatkan hukuman dari Allah, atau bahkan amalan yang sia-sia tanpa
pahala dan hukuman.
Seseorang makan misalnya, sedang ia tidak
berniat dengan makannya itu sesuatu pun selain untuk menghilangkan rasa
laparnya, maka hal ini termasuk perbuatan yang sia-sia, tidak ada pahala dan
tidak pula hukuman. Ada orang yang lain, ia makan dan berniat dengan makannya
itu agar menguatkan tubuhnya untuk melakukan perbuatan yang dapat mendatangkan
murka Allah, hal makan adalah perbuatan mubah, akan tetapi Allah memberikan
hukuman atas apa yang telah ia niatkan. Ada pula orang yang ketiga, ia
makan-Allah memberinya taufiq untuk berbuat kebaikan-, maka ia berniat dengan makannya
itu agar mendapatkan kekuatan dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, berusaha
memberikan bantuan untuk kaum muslim, maka perbuatan ini adalah perbuatan mubah
yang akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda. Dengan pakaian, seseorang
berniat dengannya untuk meninggikan diri, sombong dan membangga-banggakan diri
di hadapan orang lain, hal berpakaian adalah perbuatan mubah, tetapi Allah
ta’ala memberikan kepadanya hukuman atas niatnya yang buruk. Terkadang ada pula
orang yang berniat untuk memperlihatkan bekas nikmat Allah ta’ala,
menceritakannya kepada orang lain, dan Allah memberikan kelapangan dalam
dadanya untuk berzikir kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala memberikannya
pahala yang besar (atas niatnya). Demikianlah seterusnya pada setiap amal perbuatan
yang mubah dapat diqiyaskan di sisi Allah sesuai dengan niat yang
mengiringinya, dan ia merupakan malapetaka dari Allah ta’ala bagi hambaNya yang
akan diperlihatkan dihadapan semua makhluk tanpa sedikitpun ada kesulitan
bagiNya. Akan tetapi kita menjauhkan diri dari pahala ini karena kebodohan kita
terhadap ilmu tentang niat yang mana ia merupakan sebuah bab dari fiqh pada
zaman shahabah dan tabi’in.
Banyak dari kalangan
kaum muslim membatalkan (menghapus) pahala dari niat mereka yang baik setelah
amalan itu sempurna dikerjakan dan hal itu pun terjadi, sedangkan mereka tidak
menyadarinya. Contoh dari perkara ini ialah, seseorang melakukan suatu
perbuatan ma’ruf (kebaikan) kepada muslim lainnya, ia menginginkan dengan
perbuatannya itu semata-mata mengharapkan pahala dari sisi Allah ta’ala, tidak
menginginkan balasan dan pujian kecuali dari Allah ta’ala. Kemudian berselang
beberapa waktu yang lama atau beberapa saat, orang yang berbuat kebaikan tadi
dalam kondisi susah yang membutuhkan pertolongan orang lain, ia pun meminta
bantuan kepada orang yang telah ia bantu dahulu, tetapi ternyata ia pun tidak
bisa membantunya, maka dengan serta merta ia pun murka dan marah, kemudian
dalam kondisi itu ia membeberkan kebaikan-kebaikan yang telah ia berikan kepada
orang tersebut pada masa-masa yang lalu. Dalam hal ini, maka terhapuslah segala
pahala amal kebaikannya, karena pelakunya telah menghapus niat kebaikannya
sendiri, ia telah menghapus pahalanya dengan ucapan-ucapannya, dan kemarahannya
kepada orang yang pernah ia bantu.
Contoh lain, seorang
‘alim yang mengajak manusia kepada syariat Allah, mengajarkan mereka ilmu
karena Allah, dan berselang beberapa waktu, pemerintah meminta daftar nama-nama
ulama sesuai dengan organisasi mereka dan kedudukan mereka, maka sang ‘alim
yang beramal Karena mengharapkan pahala dari Allah ini diletakkan namanya di
urutan terakhir dari daftar nama-nama, sehingga ia pun murka, karena mereka
tidak meletakkan namanya pada urutan pertama dari daftar nama itu. dari sini,
maka batal-lah pahala amalnya, karena ia membatalkan niat amal baiknya dan
menjadikannya sia-sia. Ada pula khatib lainnya atau penceramah untuk memberikan
muhadharah kepada manusia demi mengharapkan pahala dari Allah, dan ia pun telah
memantapkan niat untuk itu, namun di tengah kondisi seperti ternyata ada orang
lain yang menggantikannya, ia pun murka dan marah. Maka khatib atau penceramah
ini telah diisi dengan kedustaan dalam niatnya, ia telah menipu dirinya sendiri
dengan menyatakan ia adalah orang yang berniat baik, jikalau ia berniat
menginginkan pahala dari Allah dengan benar tentunya ia menginginkan sampainya
nasehat melalui dirinya atau dari selainnya selama maksud dari perbuatan itu
adalah untuk Allah, dan bukan untuk selainNya.
Wahai kaum muslimin…
Bertakwalah kepada Allah
dan pelajarilah niat sebagaimana kamu mempelajari amal secara sempurna agar
amalanmu tidak menjadi gugur, agar kamu tidak menjauhkan pahala dari amalan
mubah, agar kamu menang dengan mendapatkan derjat para shadiqin (jujur) bersama
Allah. Awasilah diri dan hatimu agar tidak menipumu sehingga membuat amalanmu
berguguran. Barangsiapa di antara kamu yang mengetahui dan mendengar, maka
beritahulah orang yang tidak mengetahui dan tidak mendengar, dan hendaklah
berniat mendapatkan pahala dari sisi Allah dalam menyampaikannya, agar kamu
menang dengan mendapatkan ridha rabb. Dalam islam bab ini merupakan ruh amal,
dan amal tanpa niat seperti pohon tanpa buah, dan seperti jasad tanpa ruh.
أقول قولي هذا
وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين , إنه قريب سميع مجيب .
***
الحمد
لله رب العالمين , والصلاة والسلام على سيد المرسلين , سيدنا محمد النبي الأمي
الأمين , وعلى آله وصحبه أجمعين , أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ,
وأشهد أن محمدا عبده ورسوله , وصفيه وخليله , وبعد ...
Segala puji bagi Allah
rabb semesta alam, salawat dan salam terkhusus buat penghulu segala rasul,
Muhammad saw nabi yang ummi lagi dipercaya, dan buat keluarga serta
shahabat-shahabatnya. Aku bersaksi tidak ada ilaah yang berhak disembah kecuali
Allah ta’ala semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi sesungguhnya
Muhammad adalah hamba dan rasulNya, serta pilihanNya…
Sungguh al-qur’an
al-karim telah mengajak agar setiap niat amalan hendaknya karena mengharapkan
wajah Allah ta’ala, dan memuji orang-orang yang mengikhlaskan amalan mereka karena
Allah, maka Allah berkata tentang abu bakar ra tatkala menginfaqkan hartanya
karena Allah dalam q.s al-lail ayat 18-21:
Ï%©!$#
ÎA÷sã
¼ã&s!$tB
4ª1utIt
ÇÊÑÈ $tBur
>tnL{
¼çnyYÏã `ÏB
7pyJ÷èÏoR
#tøgéB ÇÊÒÈ wÎ) uä!$tóÏGö/$# Ïmô`ur
ÏmÎn/u
4n?ôãF{$#
ÇËÉÈ t$öq|¡s9ur
4ÓyÌöt ÇËÊÈ
Yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, Padahal tidak ada seseorangpun
memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, Tetapi (Dia memberikan
itu semata-mata) Karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan kelak
dia benar-benar mendapat kepuasan.
Dalam hadist qudsi
disebutkan:
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَالَ اللَّهُ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً
أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ ». رواه مسلم في صحيحه
Dari abu hurairah, ia
berkata: rasulullah saw bersabda: Allah ta’ala berfirman: ”Aku sekutu yang
tidak butuh kepada sekutu, barangsiapa mengerjakan suatu amalan, ia menyekutukanKu
dalam amalan itu dengan selainKu, maka Aku akan meninggalkannya dan
kesyirikannya
Di antara bentuk kasih
sayang Allah terhadap hambaNya, sesungguhnya Ia memberikan pahala kepada mereka
dengan pahala yang besar atas niat mereka msekipun mereka tidak dapat melakukan
amalan itu. sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari
ibnu abbas ra:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبِيِّ صلى
الله عليه وسلم فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ : قَالَ إِنَّ اللَّهَ
كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ
فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ
هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِئَةِ
ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا
اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا
اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً. رواه البخارى في صحيحه
Dari ibnu abbas ra, dari
nabi saw yang ia riwayatkan dari Rabbnya azza wa jalla, beliau bersabda:
sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan kejahatan, kemudian Ia
menjelaskannya bahwa barangsiapa yang menghendaki melakukan kebaikan namun ia
belum melakukannya, maka Allah menuliskan baginya sebagai satu hasanah yang
sempurna. Jika ia berniat dan mengerjakannya, maka Allah menuliskan baginya
sepuluh hasanah sampai tujuh ratus kali lipat hingga bilangan yang berlipat
ganda. Dan barangsiapa yang menghendaki melakukan kejahatan namun ia tidak
melakukannya, maka Allah menuliskan baginya sebagai satu hasanah yang sempurna.
Jika ia berniat dan mengerjakannya, maka Allah menuliskan baginya sebagai satu
sayyiah (kejahatan).
Berdasarkan hal ini,
ulama salaf shaleh telah mewasiatkan kepada setiap kaum muslimin, hendaknya
mereka setiap hari, mereka membuka kehidupan mereka setelah menunaikan ibadah
fardhu dengan berniat “tidaklah seorang pun meminta bantuannya melainkan ia
bantu, dan tidaklah ia menemukan suatu kemungkaran melainkan ia mencegahnya
sejauh yang ia mampu, dan tidaklah ia mendapatkan orang yang lapar melainkan ia
memberinya makanan sejauh yang ia mampu, dan tidak seorang yang buta yang
meminta petunjuknya melainkan ia tunjuki, dan tidak pula seorang anak yatim
melainkan ia muliakan, dan tidak pula seorang kerabat melainkan ia
menyambungnya.
Jikalau ia mampu
melaksanakannya, maka baginya pahala amalan dan pahala niatnya. jika ia tidak
mampu, maka baginya pahala niatnya. Yang jelas ia mendapatkan pahala dari
setiap kondisinya.
Maka bertaqwalah kepada
Allah dan perhatikanlah pada setiap amalanmu, dan perbaikilah seluruh niatmu. Allah
akan menambahkan karunianya, dan Ia akan menempatkanmu di tempat yang mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar